R I V A [L] E A V E
(selamat
tinggal musuhku tersayang)
Jum’at , 11 November 2011
“…persetan
hari ini, aku tak ingin bangun lagi, coba untuk hindari hati disini..”
Lagu itu mengingatkan Alyssa pada
sosok Steve, saudara kembar sekaligus rivalnya dari mereka kecil hingga saat
ini, entah apa yang merasuki diri Alyssa untuk memusuhi kakaknya ini, padahal
mereka saudara kandung. Alyssa Stevani
adalah gadis belia berdagu tirus dan memiliki paras yang anggun tapi dia
adalah sosok yang tomboy dan terkesan cuek terhadap sesuatu yang berada
disekitarnya. Berbeda jauh dengan Alvian Stevano, saudara kembar dari Alyssa
yang sangat ramah, dingin dan santai,
pria berhidung mancung dan bermata indah ini sangat digilai oleh para gadis
belia disekolahnya, sehingga dia dijuluki ‘Most Wanted Boy’. Mereka sudah lama
bermusuhan kerena Alyssa tidak suka akan kehadiran saudara kembarnya itu, ia
merasa terasingkan oleh keluarganya, ia menganggap orang tuanya sudah pilih
kasih terhadapnya padahal tidak sama sekali.
“Alyssa, apa kamu melihat
Steve?”. Tanya sang mama panik.
“kamar!”. Jawab Alyssa sekenanya.
‘kenapa sih selalu saja Steve, apa hebatnya dia’. Batin Alyssa dongkol.
“kenapa selalu Steve yang ada
dipikiran setiap orang yang gue temui, apa hebatnya Steve dibanding gue” gerutu
Alyssa sambil menekan remot TV asal-asalan.
Melihat sang mama terburu-buru
menuju kamar Steve, Alyssa jadi ngin tahu ada apa sebenarnya, Alyssa pun
beranjak dari sofa dan mengendap-endap menuju kamar Steve. Dan dengan tanpa
suara Alyssa berusaha menguping pembicaraan mama dan Steve.
Setiba di kamar Steve, sang mama
langsung masuk dengan wajah berbinar-binar dan duduk dibibir kasur milik Steve,
dimana Steve sedang berbaring menikmati alunan musik pada headsetnya dengan
mata tertutup.
“Steve, kamu tidur?”. Tanya sang
mama sambil menepuk pelan pundak Steve.
“tidak, ada apa ma?”. Jawab Steve
seraya membuka headset yang terpasang ditelinganya, lalu memperbaiki posisi duduknya.
“begini, tadi mama di telfon oleh
papa mu, beliau mendapat kabar dari salah satu Universitas di Jerman, katanya
kamu lulus tes dan diterima disana, tadi juga papa dan pamanmu sudah mengurusi
passport dan jadwal keberangkatanmu”. Ujar sang mama menjelaskan.
“oh ya? Graciaz!! Mucho Steve J terima kasih atas infonya ma,
lalu kapan Steve berangkat? Apa mama dan papa juga ikut? Lalu Alyssa
bagaimana?”. Tanya Steve antusias.
“akhir November ini kamu akan
berangkat, mama dan papa hanya mengantarmu sampai bandara saja, karena disini
masih banyak pekerjaan yang harus kami selesaikan, jadi mama tidak bisa
menemanimu selama disana, Alyssa, kamu tau kan bagaimana adikmu itu,”. Jawab
sang mama dengan santainya.
v
Dibalik pintu, Alyssa
mendengarkan semua pemaparan sang mama pada Steve, ia tak percaya dengan apa
yang telah didengarnya itu. Steve akan pergi, tanpa ia sadari butiran bening
pun mengalir dipipinya. ‘ah kenapa gue jadi ikutan sedih sih, harusnya gue senang,
Steve bakalan pergi dari sini, dan gue bebas jadi anak satu-satunya mama dan
papa’. Batin Alyssa sumringah seraya menghapus air matanya lalu berlari menuju
kamar.
“yes, akhirnya gue bebas dan jadi
anak kesayangan mama papa” sorak Alyssa sambil melompat-lompat dikasurnya.
Tiba-tiba Alvaro masuk dan
melihat tingkah aneh dari sang kakak.
“lo sakit kak?” tanya Alvaro
mengagetkan Alyssa.
Alyssa mematung dengan sejuta
tampang malu diwajahnya, menunduk dengan wajah ditutupi rambut dan kembali
duduk dikasur.
“ngg..nggak..itu gue dapet nilai
bagus makanya gue jingkrak-jingkrak, nah lo sendiri kesini ngapain?” tanya
Alyssa balik dengan tatapan heran.
“gue mau ngomong sama lo kak”
jawab Alvaro seraya mengunci pintu kamar Alyssa.
“about?” tanya Alyssa mengernyitkan keningnya.
“Steve” jawab Alvaro dengan
sangat hati-hati.
Alyssa menunduk sejenak, berusaha
mengumpulkan kekuatan untuk berteriak dan
“KELUARR LO !! GUE GAK SUKA LO
NYEBUT NAMA STEVE DIDEPAN GUE, KELUAAARRR SEKARANG DARI KAMAR GUEE!!!” hardik
Alyssa dengan garangnya.
“LO DENGERIN GUE DULU KAK!” pinta
Alvaro mencoba membujuk
“NGGAK!! GAK SUDI GUE DENGERIN
CERITA TENTANG STEVE LAGI, KELUARR!!” geram Alyssa mengepalkan tangannya
“oke..oke gue keluar, gue turutin
permintaan lo, dan liat aja nanti siapa yang bakal nangis saat sadar kalo orang
yang paling disayang gak lagi ada disini, inget itu kak” ucap Alvaro lalu
berlalu keluar kamar.
Dalam diam Alyssa pun mengutuk
ucapannya dan merenungkan apa yang sudah dikatakan Alvaro.
Tiga minggu berlalu, keadaan
rumah sangat berbeda jauh seperti yang biasanya, riuh, cekcok dan perang mulut
antar saudara kembar ini sudah jarang bahkan tidak terdengar lagi.
“tumben rumah seperti kuburan,
pocong dan kuntilanak itu kemana yah?”. Tanya Alvaro, adik bungsu Steve dan
Alyssa yang masih duduk di bangku kelas 11 SMA.
“iya yah, sepertinya papa baru
merasakan surga dunia belakangan ini, adem ayem tanpa masalah”. Lanjut sang
papa yang sedang membaca koran.
“mungkin mereka sedang hibernasi,
atau sudah menaikan bendera putih?” ejek sang mama.
“hahahaha..ya kali, mama ada-ada
aja nih, jangan disinggung lah nanti mereka ngamuk ” sahut Alvaro dengan tawa
khas nya
Sang papa hanya geleng-geleng
kepala melihat tingkah Alvaro yang makin hari makin koplak saja.
Tiba-tiba…
“Steve pulaaaaaaaaaang, sore ma,
sore pa, sore jagoan kecil”. Ucap Steve sambil berlari kecil, lalu mencium
tangan orang tuanya dan mengacak pelan rambut Alvaro.
“apaansi lu kak, ganteng gue
ilang ni”. Menepis pelan tangan Steve dan memperbaiki belahan rambutnya yang
bisa dibilang agak berantakan akibat acakan dari Steve tadi. Steve hanya
mememerkan gigi-giginya.
“wah, jagoan gede papa sudah
pulang nih, gimana tadi ijazah kamu? Sudah dikirim kesana?”. Tanya papa sambil
merangkul Steve
“udah dong pa, semua selesai,
tinggal berangkat”. Jawab Steve senang.
“yasudah, skarang kamu mandi,
trus makan dan istirahat ya”. Ucap sang mama dengan bijaknya.
“oke, Steve ke atas dulu ya
semua”. Jawab Steve dengan semangat
Setiba diatas…….
~*~*~*~*~*~*~*~*~
Dikamar
Alyssa terisak sejadi-jadinya, membelakangi pintu masuk, dengan posisi duduk
dibibir kasur sambil memeluk boneka teddy bear pemberian Steve saat ulang
tahunnya yang ke 7. Isakan Alyssa terdengar oleh Steve yang berada di luar
kamar.
“gue gak
kuat, apa gue sanggup, gue baru sadar kalau kehilangan itu menyakitkan, Steve…”
lirih Alyssa dalam tangisannya. Tubuhnya bergetar hebat dan tiba-tiba ia
merasakan ada seseorang yang memeluknya dari belakang. Alyssa tau itu adalah
Steve, ia manyadarinya dari parfum mint yang masih melekat pada Steve. Alyssa
sempat berontak namun Steve semakin mempererat pelukannya.
“biarin
gue meluk lo Al,,”. Bisik Steve.
“lo musuh
gue, lo gak boleh meluk gue, lepasin gue!!”. Bentak Alyssa pada Steve, namun Steve
tak menggubrisnya, ia tau apa yang dirasakan oleh saudara kembarnya ini, ia tau
bahwa kata yang terucap dari mulut Alyssa itu bukan dari hati, dan saat ini
Alyssa sangat membutuhkan Steve.
Isakan
Alyssa perlahan berkurang, dan Steve mulai merenggangkan pelukannya hingga
Alyssa memutuskan untuk bersandar pada dinding kasurnya dengan tetap memeluk
boneka teddy bearnya. Steve pun beranjak dari kasur Alyssa untuk mengunci pintu
kamar Alyssa, lalu berbaring disebelah Alyssa yang sedang duduk merengkuh dengan
mata sembab dan rambut acak-acakan seperti orang depresi. Sesaat terjadi
keheningan antara mereka berdua.
“lo
beneran mau ninggalin gue?”. Tanya Alyssa memecah keheningan.
“bukankah
itu mau lo dari dulu Al?”. jawab Steve remeh.
“ternyata
lo masih sejahat dulu ya Steve”. Tentang Alyssa
“dan lo
gak bakalan ngubah persepsi lo ke gue kan? Lo bakal bilang kalo gue tetep rival
lo!”. Ketus Steve
Alyssa
kembali meneteskan air mata kepedihan, ia sadar bahwa yang ia katakan itu sudah
keterlaluan, meskipun Alyssa sangat keras pada Steve tapi Steve tetap sabar
menghadapi Alyssa. Dalam hatinya yang paling dalam, ia sangat menyayangi Steve,
ia baru sadar bahwa kehilangan orang yang ia sayang itu sangat menyedihkan.
Alyssa menelungkupkan wajahnya, berharap Steve tidak mendengar suara isakannya.
Tapi percuma saja suara tangisan Alyssa membuat Steve kembali bergidik.
“dasar
cengeng, harusnya lo senang gue pergi dari hidup lo itu, secara gue kan musuh
lo, gue gak pernah lo anggep sodara bahkan temen sekalipun, dari dulu lo itu
gak pernah suka sama kehadiran gue, yang lo tau itu Cuma gue musuh lo, jadi
buat apa lo tangisin gue?”. Ujar Steve bangkit dari uringannya dengan remeh dan
berdiri menghadap pintu keluar.
Tiba-tiba
Alyssa langsung memeluk Steve dari belakang, ia sudah menduga Steve akan pergi
dari kamarnya.
“jangan
tinggalin gue kaak….”. lirih Alyssa dalam tangisannya.
Steve
merasa ada yang aneh dari Alyssa, pasalnya Alyssa baru kali ini memanggil Steve
dengan sebutan kakak.
“jujur,
gue sedih denger percakapan lo dan mama waktu itu, gak ada lagi temen berantem
gue, gue anggep lo musuh itu bukan berarti musuh yang sebenernya tapi musuh
yang sayang sama gue. Kalau lo pergi, musuh gue siapa kaak?”
Steve
merasa punggungnya sudah basahpun bergerak dan Alyssa perlahan melepaskan
pelukannya, Steve berbalik, kini posisi mereka berdua saling berhadapan, kali
Alyssa dapat melihat dengan jelas lekuk wajah saudara kembarnya itu, entah
dapat keberanian dari mana Alyssa membelai lembut mata, hidung, pipi, mulut dan
dagu Steve dengan seksama. ‘mirip dan pas sekali’ batin Alyssa.
“Al, gue
itu kakak kembar lo, gue mirip dan memiliki aura yang sama dengan lo, jadi apa
yang lo rasain gue juga ngerasainnya”. Ujar Steve sambil memegang bahu Alyssa.
Alyssa
tertunduk, ia menyesali kelakuannya. selama enam belas tahun bersama baru kali
ini ia menyadari bahwa Steve adalah dirinya. Steve menarik Alyssa dalam
pelukannya, sambil mengelus rambut panjang Alyssa, Steve bernyanyi pelan
berharap Alyssa tidak lagi meneteskan air matanya, Steve tau Alyssa sudah
seharian menangisi dirinya.
“…persetan
hari ini, aku tak ingin bangun lagi, coba untuk hindari hati disini,,”.
Alyssa pun
terlelap dalam dekapan Steve, ada rasa nyaman yang dirasakannya saat Steve
memeluknya, Steve membopong Alyssa dan membaringkannya di kasur, menyelimuti
adik kembarnya itu lalu duduk disebelahnya sambil mengelus alis mata Alyssa.
“ternyata
dibalik kecuekan lo itu, ada rasa perhatian juga ke guenya, semoga saat gue
disana, lo tetep jadi Alyssa nya Steve yang cuek dan tomboy, nite Kiddy”. Ucap
Steve lalu meninggalkan Alyssa di kamarnya.
Alyssa
belum sepenuhnya tidur, ia kembali meneteskan air matanya, menangis dalam diam.
“kiddo..”.
lirih Alyssa. Panggilan itu mengingatkan Alyssa semasa ia dan Steve kecil dulu.
Saat mereka masih berusia 6tahun dan saat itu juga awal mereka menjadi rival.
*FLASHBACK*
“Do..ayo kita kesitu”. Ajak
Alyssa kecil sambil menunjuk sebuah danau kecil pada Steve.
“enggak mau, nanti Dy kecebul
gimana?”. Jawab Steve kecil
Dyl kan belani, jadi Do gak usah
takut, yaudah kalo gak mau Dy kesana sendili aja”. Alyssa kecil berlari menuju
danau itu, ia duduk ditepi danau sambil mencelupkan kaki mungilnya
Tiba-tiba…
“wah ada bunga cantik, ambil
ah…”. Alyssa menjangkau bunga yang mengapung dipermukaan danau, tanpa disadari
Alysa pun tercebur ke danau yang dalamnya seleher orang dewasa
“d..do.do..to..lo..ngg..dy..dy..gga..isa..lenang”
teriak Alyssa kecil tersengguk-sengguk,
Ketika itu Steve memucat, ia tak
tau harus melakukan apa, ia takut untuk turun kebawah, pasalnya danau itu
terlalu dalam baginya.
“Dy tahan ya, Do panggil papa
dulu”. Steve kecil berlari mencari bantuan.
“Do..jangan tinggalin Dy, Dy
takut..tt..ool..o.ng.gg..agrbhrguegribfjhi….”. dan Alyssa kecil pun tanggelam.
*FLASHBACK END*
“Dy dimana?...”. lirih Alyssa
kecil yang telah berbaring di kasurnya.
“Dy udah bangun?”. Steve kecil
langsung memeluk Alyssa kecil.
“Pelgiiiii…Do jahaat sama Dy,
pelggiiii!!! Mulai sekarang Do gak boleh temenan sama Dy lagi, kita musuhaan
selama-lama-lama-lamanyaaaa”. Bentak Alyssa sambil melepaskan pelukan Steve dan
mendorong Steve hingga jatuh.
“Dy, maafin Do, Do kan udah
panggil papa tap….”
“pellgiiiiii kamu, aku gak kenal
sama kamuuuu…” hardik Alyssa seraya melempar jam wekernya kearah Steve.
Sejak kejadian itu, Alyssa
memusuhi Steve sampai saat ini, tapi Steve tak pernah menanggapi hal itu, ia
terus mencoba mendekati Alyssa, ia juga ingin merubah persepsi Alyssa tentang
dirinya.
~*~*~*~*~*~*~*~*~
H-2
menjelang kepergian Steve ke Jerman, seisi rumah sibuk mengadakan acara
tasyakuran untuk keberangkatan Steve nanti, dan segala persiapan Steve menuju
kesana telah fix dan packed.
“duuuh…
passport gue mana sih?..”. di kamar, Steve kebingungan mencari passportnya.
“nih…..”.
sahut Alyssa yang tiba-tiba masuk kamar Steve lalu mnyodorkan sebuah amplop
bertuliskan The Passport
“lain kali
kalau mau ke kamar gue jangan nanit ya”. Ucap Alyssa sembari menepuk bahu Steve
dan berlalu pergi.
Langkah
Alyssa sempat terhenti, karena pergelangannya dicekal oleh Steve.
“tunggu
Al..gue mau bilang sesuatu sama lo”. Tegur Steve dengan nada datar.
Alyssa
membalikan badannya, kini posisi mereka saling berhadapan satu sama lain, entah
perasaan apa yang tersirat, karena baru kali ini Steve melihat Alyssa dari
dekat, begitupun Alyssa, mungkin karena faktor kembar mereka seperti itu.
Keheninganpun terjadi, Alyssa yang sedari tadi menunduk, matanya mulai memanas,
ia tak sanggup melihat Steve yang akan pergi meninggalkannya, ia masih belum
rela, penyesalan akan perkataannya
sepuluh tahun lalu datang menghampirinya.
“tatap gue
Al..”. tegur Steve dingin sambil mempererat cengkramannya di bahu Alyssa
Alyssa
menggigit bibir bawahnya kuat-kuat, ia tak punya nyali untuk menatap kakaknya
ini, ia terus menunduk dan mulai memejamkan mata erat, tak kuasa menahan
kepedihan, dan lagi-lagi butiran bening itu mengalir dipipi gadis tirus ini.
Dengan isakan sepelan mungkin, ia berusaha agar Steve tak mendengarkan tangisan
itu. Tapi nihil, bahu yang sedari tadi dicengkram oleh Steve sudah bergetar
hebat.
Steve
menarik Alyssa dalam pelukannya, ia membiarkan Alyssa meluapkan semua kepedihan
dan titik penghabisan Alyssa menangis sejadi-jadinya dalam dekapan Steve.
“hiks..hiks..jangan
tinggalin gue kaaak, gue pengen lo disini, gue pengen lo nemenin gue sama Varo,
gue gatau lagi siapa yang bakal ngelindungi gue nanti, gue gak rela harus pisah
sama lo, kata mama lo kuliah disana selamanya..hiks..”. erang Alyssa.
Steve tak
membalas perkataan Alyssa, tapi Steve mempererat pelukannya, seakan mereka akan
berpisah saat itu juga, dan spontan Steve menitikan air mata perpisahan untuk
Alyssa, ia juga tak sanggup berpisah dengan saudara kembarnya ini, tapi semua
telah terjadi, mau tak mau Steve harus pergi untuk melanjutkan study di Jerman
selamanya.
“gue pasti
kembali Al…” balas Steve dalam isakan sembari membelai rambut Alyssa
Perasaan
tidak nyaman merasuki Alyssa, ia takut dengan ucapan terakhir Steve itu, Alyssa
membalas pelukan Steve, berharap menemukan kepastian akan perkataan Steve
padanya.
Rabu, 30 November 2011. 19.45 WIB
@Bandara
“kamu baik-baik disana ya Steve, jaga kesehatan dan
jangan lupa sholat”. “jangan lupa olahraga, makan teratur dan jarkom kamu harus
diaktifin sampe disana”
“iyaa ma,
pa.. makasih buat semuanya” balas Steve sambil menyalami kedua orang tuanya.
“jagi diri
boss, kabarkan pada paman kalau kamu perlu elektronik disana”. Ucap paman
sambil merangkul Steve
“siap
kapten!!”. Balas Steve sambil memberi hormat
“kak….”.
ucapan Varo terpotong karena mulutnya dibekap oleh Steve.
“PSP ada
di rak, Nintendo dan android ada di laci, bola di dalam lemari, dan satu lagi,
gue titip kamar gue ke lo”. Ucap Steve, seakan telah mengetahui apa yang ada
difikiran adik bungsunya itu.
Alvaro
hanya memamerkan gigi kudanya kepada semua orang yang berkumpul disana, tak
terkecuali Alyssa yang sedari tadi duduk mematung sambil menundukan kepalanya
di bangku paling pojok. Steve dengan langkah pelan menghampiri Alyssa.
“lo masih
mengheningkan cipta?, udahan ah, gue bukan gugur bunga kali Al”. sahut Steve
sepele.
Dengan
keberanian yang setengah-stengah Alyssa menatap Steve dengan sebuah senyum
miris terukir dibibirnya.
“semoga lo
gak lupain gue kak…”. Singkat, jelas tapi menusuk sanubari Steve, dengan cepat
Steve mengecup kening Alyssa dan mengacak pelan rambut saudara kembarnya itu.
“itu kenangan
dari gue kiddy,…” balas Steve lalu pergi menuju lobby akhir bandara, lambaian
tanganpun mengiringi kepergian Steve, dan Alyssa terus menatap punggung Steve
yang perlahan menghilang dari kejauhan.
Keesokan
harinya…..
“sendirian
dirumah, biasanya ada si kiddo bikin jail, sekarang? Huff” lirih Alyssa sambil
memainkan tombol pada remote TV, berharap ada channel menarik baginya pagi ini,
tapi…
“….kecelakaan
ini mengakibatkan beberapa penumpang mengalami cidera parah dan selebihnya
meninggal dunia, berikut nama-nama korban penumpang pesawat AZE-AIR tujuan
Jerman yang meninggal dunia….”
Alyssa memeperhatikan setiap nama didalam table di layar
TV nya, berharap tidak ada nama sosok yang menjadi pelindungnya, ….ALIANDO
STEVANO…, mata Alyssa membulat.
~*~*~*~*~*~*~
“kiddo..jangan tinggalin
kiddy…aaaaa huff huff huff”. Nafas Alyssa terengah-engah bangun dari
pingsannya, ia mendapati seisi ruangan telah dipenuhi isak tangis dan pilu.
Matanya terhenti pada sebuah tulisan yang dirangkai oleh bunga-bunga melati di
ujung ruangan, bertuliskan Rest In Peace ALIANDO STEVANO.
“nggaaaakkk!!!! Ngggaaaak!!!
Nggaaaak mungkiinnnnnn!!! Kak Steeeeevee uaaaaarrgghhhh~” erang Alyssa dalam
pelukan sang mama.
“Al, tenangkan dirimu nak, Steve
sudah tenang disana nak, mama tau kamu sangat terpukul, tapi kamu harus tabah
sayang” ucap sang mama yang masih menangis. Alyssa pun kembali menangis dalam
diam.
‘apa yang gue takutin selama ini
terjadi, ya Tuhaan :’’’’ kak kenapa lo harus pergi untuk selamya kak…’ batin
Alyssa
Alyssa
berlari menuju kamar Steve, ia membuka pintu kamar itu dan langsung
menghempaskan diri di ranjang Steve, dengan isak tangis yang menderu Alyssa
meringkuh pilu dalam selimut biru itu. Hingga ia tertidur dalam tangisan.
--#--#--#--
“kak
Steve, gak mungkin meninggal…kak Steve masih hidupp. Gaaakk!!!”
“Al…Al…lo
ga kenapa-napa kan? Bangun AL…”
“gaaakk!!!
Gak mungkin… gak mungkiiin..huaaah hah hah huff…” Alyssa terbangun dari mimpi
buruknya.
“minum
dulu Al…PRAANKKKK!!!”. Belum sepat Steve menyodorkan segelas air mineral pada
Alyssa, gelas itu pecah dan Steve mendapati Alyssa telah menangis keras sambil
memeluk dirinya. Steve heran dengan tingkah Alyssa dan membalas pelukan Alyssa.
‘gue cuma
mimpi..gue Cuma mimpi..gue Cuma mimpi…’ lirih Alyssa pelan masih dengan mata
terpejam, berharap ini hanyalah sebuah mimpi
“hei, kak
Al..lo kenapa…? Kak Al..lo udah bangun?..kak…” Tanya Varo membenarkan posisi
Alyssa yang sedari tadi memeluknya.
“hah? Lo?
Gue dimana? Steve mana?...” tanay Alyssa celingak-celinguk
“…….”
“jawab gue
dek, gue kenapa? Dan Steve mana?...” bentak Alyssa lagi
“lo di
rumah sakit, udah 1 minggu lo ga sadar diri kak dan ka Steve… dia.. udah..
pergi buat selamanya….”
Alyssa
mematung, ia tak bergeming atas ucapan Alvaro, ia mengira semua hanyalah mimpi
tapi pernyataannya salah, dan kini Alyssa harus menerimanya.
“masih ada
gue kak..gue akan jagain lo dan jadi pengganti kak Steve…”. Ucap Alvaro
menenagkan Alyssa.
Alyssa
memejamkan matanya, ia mencerna perkataan Alvaro barusan.
“gak
dek..gue yang bakal jagain lo, gue gak bakal ngebiarin lo kenapa-napa..”. jawab
Alyssa sambil memeluk adik bungsunya itu dengan erat.
Jum’at, 30 November 2012
@SteveCemetery
Alyssa Stevani P.O.V
“udah satu tahun kak, kakak apa kabar?
Semoga kakak baik-baik aja di sana ya, Alyssa kangen kakak, maafin Alyssa ya
kak, Alyssa gak sempat anterin kakak ke tempat peristirahatan kakak yang
terakhir, Alyssa janji akan jagain Alvaro kak, seperti kakak jagain Alyssa
dulu, semoga kakak disana gak lupain Alyssa. Disini Alyssa akan selalu
merindukan kakak, salam kangen Kiddy buat Kiddo”
Stevent Alvaro P.O.V
“kak Steve, disana ada yang mirip Varo
gak? Varo juga kangen sama kak Steve, Varo disini baik-baik aja kak, ada kak Al
yang jagain Varo, kak Al ternyata baik loh kak, walaupun dia masih cuek, Varo
sayang kakak kembar. Salam rindu Varo buat kak Steve”
Alvian Stevano P.O.V
“barjanjilah..bila tiada ku disismu,
tetaplah tersenyum, meski hati sedih dan menangis..kuingin kau tetap tabah
mengahadapinya…salam rindu Steve untuk semua yang sayang sama Steve..
THE END





Tidak ada komentar:
Posting Komentar
gimana komentarmu?